Review When The Past Was Around – Cinta?
Artistik dan indah, When The Past Was Around menyajikan seni berbentuk game dengan mengusung point and click. Sederhananya pemain hanya perlu melakukan klik untuk menyelesaikan rangkaian puzzle dan cerita. When The Past Was Around rilis dua tahun lalu melalui Steam serta tahun ini melalui Google Play dan Apple Store. Game ini menarik untuk kamu mainkan bersama pasangan atau calon pasangan karena tokoh utamanya perempuan bernama Eda. Apalagi dengan artstyle unik nan romantis membuat cerita Eda terasa lebih baper. Jadi bagaimana romantisme Eda ini asik dimainkan?
When the Door Opened
When The Past Was Around diusung oleh Mojiken dan Toge Production, developer dan publisher asal Indonesia. Yup, dari negara kita tercinta. Game ini bercerita tentang Eda yang memiliki pasangan manusia berkepala burung hantu, atau mungkin burung hantu yang berasal dari kepala Eda yang termanifestasi, bernama Owl. Tidak ada garis cerita yang jelas terkait Owl karena sepanjang permainan tidak ada dialog atau konteks yang disajikan secara eksplisit. Namun, konsep menarik mengingat keabstrakan Owl membuat kita sebagai pemain ingin terus menggali siapa dia sebenarnya.
Permainan berawal dengan Eda yang menjajaki masa lalunya bersama seseorang yang belum dia ingat tetapi dekat dengan dirinya. Setelah ia mengungkap siapa dia, Eda menyadari bahwa sosok tersebut adalah Owl yang telah tiada. Tidak ada konteks bagaimana Owl telah tiada, entah dia telah meninggal atau hanya pergi. Namun, Eda tidak menerima kenyataan tersebut.
When I Found You
Eda adalah perempuan mencintai musik. Ia berprestasi sejak kecil dan banyak mendapatkan apresiasi. Namun, bersama dengan tumbuh dewasanya, ia mulai tidak tertarik dengan musik. Ia merasa kosong, melihat musik menjadi hal membosankan. Suatu hari ketika berada di kafe, Eda melihat banyak orang berkumpul di depan sebuah gerbang yang dari dalam terdengar alunan biola. Setelah masuk, ternyata alunan biola tersebut berasal dari Owl yang sedang bermain untuk teman-teman tunadaksa.
When We Were Together
Eda dan Owl semakin dekat, perlahan mereka disatukan oleh musik. Mereka sering bersama untuk mengobrol, bercanda, dan membuat musik. Owl membuat musik yang dipersembahkan kepada Eda untuk tujuan agar Eda dapat mencintai musik lagi seperti Eda mencintai dia. Namun, ternyata Owl mengidap sebuah penyakit yang tak diketahui. Setelah musik yang dibuat oleh Owl selesai, ia tiada.
Dialog Sunyi
Rangkaian cerita yang kami paparkan sebenarnya bisa saja bukan original yang ingin disampaikan oleh When The Past Was Around. Bukan berarti menyesatkan tetapi inilah kecantikan When The Past Was Around. Kita bisa menginterpretasikan apapun soal Eda dan Owl. Bisa saja Eda hanya membuat sebuah imajinasi tentang sosok burung hantu yang bermain musik bersamanya karena meskipun ia sudah tidak mencintai musik, paling tidak ia dapat mencintai sosok yang bermain musik. Atau mungkin Owl benar-benar ada tetapi karena sosoknya ingin dilupakan oleh Eda maka wujudnya abstrak yaitu manusia berkepala burung hantu. Satu hal yang pasti, Eda sangat mencintai dan kehilangan Owl.
Tanpa dialog dan konteks adalah pilihan tepat dalam game ini. Banyak hal yang bisa diimajinasikan oleh pemain. Selain itu, pemain juga bisa menikmati musik yang memang menjadi unsur utama dari When The Past Was Around. Musiknya memorable, seperti kamu yang dapat mengingat nada dari lirik, “terdengar burung hantu suaranya merdu…”. Big applause to Masdito Bachtiar yang telah menciptakan musik sebaik ini.
Selain musik memorable, artstyle yang dipilih membuat kesan komik terasa lebih emosional. Pemain dapat merasakan bagaimana Eda sedih, bahagia, kebingungan, dan pundung. Dari ekspresi yang baik penyajiannya, cerita dapat diterima meskipun tanpa dialog dan konteks.
Pemilihan point and click juga tepat mengingat abstraksi dari sosok Owl menjadi daya tarik magis. Bisa saja Mojiken memilih untuk memakai konsep visual novel atau narative driven sebagai media lebih mudah dalam menyajikan cerita, tetapi dapat mengurangi sisi surealisme dari “imajinasi” Eda. Apalagi dengan playtime kurang dari dua jam membuat point and click lebih dapat dinikmati. Namun, ini juga yang menjadi kekurangannya untuk newcomer.
Puzzle yang disajikan semakin lama menjadi cukup abstrak juga sesuai model ceritanya. Terkadang harus pause sebentar, berpikir apakah Assassin’s Creed Unity sepertinya tidak cukup buruk dimainkan kembali, lalu kembali bermain lagi. Kepala ini harus cukup dingin untuk menyelesaikan puzzle mengingat petunjuk yang diberikan sangat minim. Kami mengerti ini untuk meningkatkan tantangan sesuai dengan proses cerita, tetapi kenapa tidak ada lebih banyak petunjuk atau bantuan begitu? Jadi membuat hati yang sudah terbawa suasana sedih malah emosi.
When The Past Was Around agar Indo Pride?
Kebanggaan ketika tahu game seindah When The Past Was Around dibuat oleh developer dan publisher asal Indonesia adalah satu hal untuk membeli game ini. Hal lainnya adalah artstyle yang bagus, musik memorable, cerita menarik, dan rasa ingin berdiskusi setelah game selesai. Surealisme yang dibawa oleh Owl membuat interpretasi liar ingin diungkapkan ke orang lain. Eda juga dapat membuat kita sebagai pemain merefleksi diri tentang apa yang kita cintai, sejauh apapun kita tinggalkan, pasti akan kembali dengan lembut, tulus, dan cantik (asik pesan moral).
Kenapa Harus Dimainkan?
- Cerita menarik
- Musik yang indah
- Playtime pendek
- Memorable
Kenapa Tidak Harus Dimainkan?
- Tidak repeatable
- Puzzle yang minim petunjuk
Baik untuk: Gamer yang ingin memainkan game berdurasi pendek tetapi menarik sekaligus memorable.
Tidak baik untuk: Gamer yang mencari playtime panjang.
Spesifikasi yang Kami Gunakan?
- Prosesor: AMD Ryzen 5 2400G @3.6GHz with Radeon RX Vega 11 Graphics
- Motherboard: MSI B450M Pro—M2 V2
- Memory: 2x 8GB Teamgroup Zeus DDR4 (@3200 MHz; 1.2 V)
- Power Supply: Infinity Striker Power
- CPU Heatsink: Wraith Cooler (Fan Speed Minimum)
- Casing: Dazumba (All Fan On)
- Monitor: LED Monitor 1360×768
- Input: Generic Keyboard and Mouse
- OS: Windows 11 Pro 64-bit 21H2